21 Maret 2015

Alvaro Menjelajah Perpustakaan Nasional

Late finish, but not late post :-). Tulisan ini sebenarnya pengalaman liburan anak pertama ku Alvaro Bayanaka Maru pada tahun ajaran lalu, tepatnya liburan sekolah Mei 2014. Kebetulan pada waktu itu, aku sedang ada kerjaan riset untuk penulisan buku orang nomor dua di Indonesia, Bapak Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Tiap liburan sekolah tiba, Alvaro seperti biasa selalu minta jalan - jalan. Nah, sejak Alvaro duduk di bangku sekolah dasar aku selalu menghindari anak sulungku ini liburan ke mall. Liburannya kali ini, aku ajak anak lanangku ini ke Perpustakaan Nasional (Perpusnas)  di daerah Salemba, Jakarta Pusat.

Perjalanan mulai dari keluar rumah, di Perpusnas sampai kembali ke rumah ternyata menjadi pengalaman menarik buat Alvaro. Berbagai pemandangan dan peristiwa dia alami dan rasakan.

Nah, ini cerita penjelajahan Alvaro....

Perjalanan Alvaro kali ini sangat menarik, karena dia tidak menikmati kenyamanan yang dia dapatin, naik mobil pribadi yang ber-ac nyaman. Kebetulan karena liburan Alvaro menginap di rumah opungnya di Perumnas 3, Bekasi Timur. Jadi dari sanalah perjalanan penjelajahan Alvaro menuju Perpusnas dimulai.

Dari rumah opung, aku ajak Alvaro naik ojek, kalau naik kendaraan yang satu ini Alvaro tidak pernah protes, ojek jadi salah satu kendaraan favoritnya. Sesampainya di Bulak Kapal, kami kemudian naik bis patas 9A jurusan Bekasi Timur - Senin... The real perjalanan Alvaro pun dimulai dari sini.

Alvaro entah kenapa memang tidak pernah merasa nyaman kalau diajak naik kendaraan umum seperti bis atau angkot, mukanya selalu berubah menjadi kaku seperti orang stress. Begitu kami naik ke Patas 9A, Alvaro mulai bertanya-tanya karena tidak nyaman "Mama, bisnya ga ada ac nya? Nanti gerah dong. Kalau kacanya dibuka, nanti aku masuk angin dan banyak debu", tidak hanya itu saja ocehan Alvaro, "Mama, itu kok disamping supir dikasih bantalan-bantalan jok? Itu buat apa?" Aku jawab, itu buat penumpang duduk kalau kursi udh penuh, "Kok orang duduk disitu, itukan panas, itukan mesin. Kan ga boleh bis bawa penumpang banyak-banyak" protes Alvaro.

Pertanyaan Alvaro berikut muncul ketika bis sudah jalan dan akan memasuki tol Bekasi Timur. Saat itu kondisi bis sudah penuh, kalau bahasa kenek bilangnya full kursi. Di gerbang masuk tol Bekasi Timur seperti biasa, bis menaiki penumpang, kali ini penumpang yang naik cukup banyak, akibatnya bis pun penuh sesak, penumpang yang tidak mendapatkan duduk pun susah berdiri. Ketidaknyamanan Alvaro semakin jadi, dia pun mulai kembali berkomentar "Mama, kenapa sih banyak penumpang yang berdiri, kan kasian. Harusnya bis ga boleh penuh kaya begini, udah kaya ikan numpuk-numpuk, bis nya jadi panas". Aku sambil senyum jawab "Nah, kalau naik bis memang begini. Makanya abang harus bersyukur kemana-mana masih bisa diantar pakai mobil dan ac nya nyaman".

Perjalanan pun berlanjut, Alvaro akhirnya tertidur di bis. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 1,5 jam, kami pun sampai di Perpusnas. Alvaro kembali terlihat semangat. 





Begitu memasuki halaman Perpusnas Alvaro langsung komentar "Wah, perpustakannya besar banget, ga kaya di sekolah aku kecil. Ini semua gedungnya isinya buku ya mama? Ada buku anak-anak ga?"  Kemudian aku jawab, kalau kalau disini adanya buku-buku, majalah sama koran aja. Disini banyak buku, majalah sama koran yang udah tua, nanti abang bisa lihat sendiri.

"Kalau buku untuk anak-anak, bukan disini tempatnya. Itu adanya di Perpusnas yang dekat Istana Presiden", lanjut aku menjawab pertanyaan Alvaro. Terlihat agak sedikit kecewa Alvaro. Tapi kemudian aku bilang, "Nanti disini abang bisa lihat koran yang umurnya jauh lebih tua dari mama, koran yang pertama kali terbit". Alvaro pun kembali semangat karena penasaran mau lihat koran yang pertama kali terbit di Indonesia.

Kebetulan pada hari itu di Perpusnas sedang ada pameran lukisan,kalau tidak salah ingat dalam rangka hari Pendidikan Nasional. Sebelum menuju ruang perpustakaan, Alvaro pun memilih untuk keliling - keliling melihat, semangat sekali. Alvaro tampaknya sudah melupakan kelelahan dan ketidaknyamanan perjalanan dengan bis.

Alvaro terlihat asik membaca tulisan pada lukisan yang di pamerkan, kemudian Varo juga membeli beberapa buku bacaan anak - anak yang dijual di stand - stand pameran.

Setelah puas berkeliling, kami pun naik ke perpustakaan koran. Untuk sampai ke ruang perpustakaan koran, kami melewati perpustaakaan buku. Karena ruangnya merupakan ruang kaca, jadi rak - rak buku bisa dilihat dari luar, Alvaro pun sekali - sekali melihat dan membaca judul - judul buku.

Akupun mulai melakukan riset dengan berbagai macam koran. Sementara aku riset, Alvaro juga asik dengan kegiatannya sendiri, dia asik membaca koran- koran terbitan lama. 

Alvaro asik membolak balik berbagai macam koran, kemudian membacanya. Nah, karena Alvaro ini orangnya tingkat penasarannya cukup tinggi. Dia asik aja bolak balik ke ruang perpustakaan sendiri untuk mengambil koran. Aku hanya mengingatkan karena ini perpustakaan, dia tidak boleh berisik. Sementara, ibu dan bapak petugas perpustakaan juga membiarkan Alvaro, katanya mereka seneng aja ada anak kecil penasaran lihat-lihat koran - koran terbitan lama.

Tapi dasar anak kecil, ada juga rasa bosannya. Saat bosan sudah melanda, Alvaro memilih untuk menggambar. Sengaja memang aku sudah membawakan buku dan alat gambar Alvaro dari rumah. 

Entah apa yang digambar Alvaro, tampaknya cuma dia aja yang paham.. Hehehhe. Berbagai macam gambar pun dihasilkan Alvaro.

Ada gambar yang menurut aku itu adalah gambar gunung dan gambar robot.

Setiap menggambar, Alvaro punya kebiasaan sambil berbicara atau bercerita. Untungnya saat itu perpustakaan sedang sepi, jadi ketika Alvaro menggambar sambil bercerita tidak ada yang terganggu.

Bahkan, ketika aku melirik ke Alvaro. Ternyata dia sambil menggambar sambil menceritakan kepada salah satu bapak petugas perpustkaan.. Hehehe, Alvaro langsung punya teman baru.

Semantara aku makin asik aja riset dengan tumpukan koran - koran, aku hampir melupakan Alvaro. Saat aku selesai, aku lihat Alvaro tidak ada di ruang baca, sontak aku panik. Aku pun mencari - cari Alvaro.

Dan ternyata, Alvaro sedang asik ngobrol sambil baca koran dengan ibu - ibu dan bapak - bapak petugas perpustakaan di ruang kerja mereka. Disana ada dinding yang ditempel dengan berbagai koran terbitan lama, Alvaro tampaknya penasaran dan ingin membacanya.

Pas aku mendekati Alvaro, aku tanya ngapain disini, nanti ganggu. Terus dijawab "Enggak, aku bantuin bapak ngerapihin koran. Ini mama ada koran lama banget, kata bapak ini korannya terbit sebelum Indonesia merdeka. Makanyanya kertasnya udah banyak yang robek. Tapi aku ga bisa bacanya, tulisannya aku ga ngerti".

Bapak yang dibantu Alvaro pun komentar. "Alvaro seneng katanya main ke Perpusnas, nanti katanya pas liburan dia mau main kesini lagi. Tapi mau lihat buku - buku yang udah lama - lama".


Riset ku pun selesai. Aku dan Alvaro pulang dengan menggunakan bis kembali, namun kali ini tidak lagi banyak protes yang keluar. Alvaro nampak mencoba menikmati perjalanan. Bis yang kami tumpangi, berhenti untuk mencari penumpang di Pasar Jatinegara. Kemudian, masuklah empat orang pengamen, yang secara penampilan menakutkan. Mereka tidak menyanyi, namun mereka berteriak - teriak saling bergantian meminta uang dengan menggunakan kata - kata kasar dan mengancam. Mereka pun minyilet tangan mereka. Alvaro ketakutan "Mama, aku takut, kita turun aja yuk". Aku bilang "ga usah, udah abang pura -pura tidur aja". Tapi Alvaro tetap ketakutan "Udah mama kasih uang aja, itu mereka udah deket, nanti kita diapa-apain sama mereka,". Aku pun memberikan uang.

Para pengamen turun, Alvaro sudah mulai tenang. Kemudian dia mengomentari pedagang di sepanjang Psar Jatinegara sampai stasiun. "Wah, disini banyak yang jual binatang ya mama, itu ada yang jual ayam, burung, kadal sama ular. Emang boleh ya". Itu juga banyak yang jual baju, batu cincin. Ini pasar apa sih?" Aku cuma jawab ya udah abang liha-lihat aja. Setelah menepuh perjalanan hampir 2 jam, kami pun tiba di rumah Opung nya Alvaro. Dan Alvaro semangat menceritakan perjalanan ke opungnya.

Ini liburan yang sederhana, liburan yang murah. Melihat antusias Alvaro menceritakan kembali perjalanannya, ini rupanya menjadi liburan yang menarik dan berkesan buat Alvaro. Selain itu, buat aku ini juga kesempatan untuk mengajarkan kepada Alvaro bahwa tidak selamanya dia akan merasakan kenyamanan, suatu saat dia akan merasakan ketidaknyaman, tapi dia tidak boleh mengeluh. (Diu Oktora, Graha Raya Bintaro - Cluster Valencia, 21 Maret 2015)






11 Maret 2015

Menggapai Sembuh, Meraih Asa

Minggu ini anak ku Alvaro Bayanaka Maru yang duduk di kelas 2 SD sedang ujian tengah semester, dan seperti biasa setiap malam aku mengajarinya. Topik yang akan diujiankan besok adalah mengenai "Cita - Cita Ku". Terjadinya percakapan antara aku dan Alvaro

Alvaro : Mama cita - cita itu apa sih?

Aku    : Cita - cita itu adalah kalau nanti abang udah besar mau jadi apa. Emang abang kalau udah besar mau jadi apa?

Alvaro : Jadi dokter kayanya, atau jadi pilot, ga tau dech jadi apa

Aku     : Ya udah, tapi supaya abang bisa jadi dokter atau pilot abang harus sekolah, harus belajar yang rajin

Alvaro : Emang kalau ga sekolah ga bisa punya cita - cita?

Aku    : Bisa dong, tapi untuk jadi dokter, pilot itu harus sekolah. Kan itu ada sekolahnya sendiri. Kalau ga sekolah ga bisa. Nah selain sekolah, abang juga harus sehat. Makanya kalau makan harus habis, dan ga boleh jajan sembarangan.

Alvaro : Emang ada anak yang sakit terus ga bisa sekolah? Kasihan dong

Aku     : Ada, dan banyak temen - temen abang yang ga bisa sekolah karena sakit. Kemarin waktu mama ke Bandung, ada anak namanya Arya, ga bisa sekolah karena sakit, padahal cita - cita Arya mau jadi dokter sama kaya abang. Tapi Aria ga bisa sekolah karena dia sakit TB.

Alvaro : Sakit TB itu apa mama? 

Aku     : TB itu penyakit yang orangnya suka batuk - batuk lama dan ga sembuh - sembuh. Orang kena penyakit ini karena banyak kuman di udara yang terhirup sama orang yang ga batuk.

Percakapan dengan anak lanang ku ini lantas mengingatkan dengan sosok Arya, bocah usia 9 tahun yang aku temui saat aku mengikuti Workshop TB #SahabatJKN #lawan TB yang diadakan oleh Subdit TB Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan dan KNCV (NGO peduli TB) di Bandung pada tanggal 3 - 5 Maret lalu.

Arya hadir di acara workshop bersama dengan neneknya, Nenek Euis. Sang nenek pun bercerita bahwa Aria adalah penderita TB HIV, akibatnya sosok aria pun sedikit berbeda dengan anak usia sebayanya. Badannya terlihat ringkih, pipinya cekung, Arya lebih terlihat seperti anak usia 6 atau 7 tahun. 

Menurut nenek Euis, akibat penyakit yang diderita Arya, orang jadi mengucilkan keluarganya. "Tetangga dekat rumah banyak yang mengucilkan Arya, bahkan keluarga saya sendiri juga begitu. Pernah ada saudara saya yang sedang hajatan, terus saya ga boleh bantu - bantu karena Arya sakit. kalaupun saya datang, saya tidak boleh bawa Arya. Sedih juga lihat Arya diperlakukan seperti itu," cerita nenek yang sehari-hari harus bekerja di sebuah kantin untuk menghidupi keluarganya.

Arya tertular HIV dari kedua orangtuanya, menurut nenek Euis kedua orangtua Arya meninggal karena mengidap TB HIV. "Sejak itulah keluarga saya mulai dikucilkan. "Waktu ayah Arya meninggal, itu tahun 2008, tetangga bahkan keluarga tidak ada yang mau bantu, ga ada yang mau hadir. Waktu itu cuma ada 3 orang hansip yang mau bantu mengurus jenazah ayah Arya. Mereka katanya takut tertular," kisah nenek Euis sambil menahan isak. "Tahun 2014 lalu, ibunya Arya juga meninggal karena HIV dan Kanker Otak. Jadi Arya sekarang benar -  benar sendiri. Cuma ada saya yang menjaganya," lanjut cerita nenek Euis.

Walaupun usia Arya sudah 9 tahun, Arya terpaksa tidak bisa bersekolah seperti teman - teman sebayanya. "Tubuh Arya lemah, Arya sering sakit. Ga bisa cape sedikit aja. Setiap hari Arya juga tidak bisa mandi, jadi cuma dilap - lap aja. Karena kalau mandi Arya bisa flu," tutur nenek Euis sedih. daya tahan tubuh Arya memang lemah akibat HIV yang dideritanya. unsur kekebalan tubuh dalam darah Arya atau dalam istilah medis disebut dengan CD4 hanya ada 9 sel per mm3. Sementara orang normal, kadar CD4 nya 500 - 1600 sel per mm3. Nah untuk meningkatkan kadar CD4, Arya setiap hari harus mengkonsumsi Anti Retro Viral (ARV) untuk mengendalikan perkembangan virus HIV ditubuhnya dan makan makanan bergizi.

Arya ternyata harus menjadi "Bocah Tanggung", karena kondisi tubuh yang lemah Arya rentan terkena TB. Dan, pada tahun 2013, Arya didiagnosa terinfeksi penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis. Akhirnya Arya harus menjalani pengobatan TB selama 9 bulan. Sedih ya, bayangkan saja anak usia 9 tahun setiap hari harus minum obat dalam jumlah yang banyak dan besar -  besar pula ukurannya. Tapi salut dengan Arya, karena dia bisa melakukan itu setiap harinya, sehingga Arya pun dinyatakan sembuh dari TB.

Namun, seolah tidak mengetahui bahaya penyakit yang di deritanya, Arya tetaplah anak kecil yang selalu terlihat gembira dan asik dengan mainannya sendiri. Bahkan saat ditanya cita - cita nya apa jika besar nanti Arya dengan lantang menjawab "Mau jadi dokter, jadi kalau nanti nenek sakit bisa gendong nenek terus bawa nenek berobat. Eh, mau jadi ustad juga, biar bisa doa in orang - orang sama nenek".

Kegigihan nenek Euis untuk mengobati dan merawat Arya adalah sebuah usaha untuk menggapai kesembuhan bagi cucu tersayangnya. Sang nenek ingin sekali Arya bisa meraih asa nya entah itu sebagai dokter ataupun ustad seperti cita - cita Arya. "Saya pengen cucu saya bisa sembuh, bisa main sama teman - temannya, bisa sekolah. Sedih kalau liat Arya lagi sakit, saya ga mau Arya cepat meninggal. Arya masih kecil," harap nenek Euis. (Diu Oktora / Graha Raya Bintaro - Cluster Valencia, 10 Maret 2015)



07 Maret 2015

Srikandi Tangguh

"Saya penderita TB MDR. Karena penyakit ini saya harus kehilangan bayi yang sedang saya kandung. Tidak hanya itu saja, suami saya pun menceraikan saya karena saya menderita TB", cerita Dewi. 

"Saya tidak bisa menggendong dan memeluk anak yang baru saya lahirkan. Karena saya penderita TB MDR saya dilarang untuk memeluk dan menggendong bayi saya karena khawatir tertular", tutur Lia.

Cerita Dewi dan Lia, Saya dengar langsung dari mereka ketika saya mengikuti Workshop #SahabatJKN #lawanTB selama 3 hari di Bandung, Jawa Barat. Workshop yang diadakan mulai tanggal 3 hingga 5 Maret ini memang mendatangkan penderita TB untuk sharing pengalaman mereka ketika menjalani pengobatan.




Sedih mendengerkan kisah Dewi dan Lia, bahkan ga terasa mata saya berkaca-kaca ketika mendengar cerita bagaimana kesakitan fisik yang harus mereka jalanin ketika setiap hari harus meminum belasan butir obat. 

"Saya merasakan mual yang amat sangat, terkadang sampai muntah-muntah. Tulang pada ngilu-ngilu. Terkadang mengalami halusinasi atau seperti mendengar suara yang mengajak untuk melakukan sesuatu" kisah Dewi. 

"Kalau saya juga begitu, mual, muntah, pusing. Apalagi pas disuntik, itukan harus setiap hari, itu sakit sekali. Terus setiap hari harus ke rumah sakit untuk minum obat, perjalanan saya sangat melelahkan dan jauh. Saya harus nyebrang sungai, terus berapa kali ganti angkot baru sampe rumah sakit. Begitu setiap hari", cerita Lia. 

 Kenapa ya, Dewi dan Lia harus ke rumah sakit setiap hari untuk minum obat?? Sesungguhnya TB MDR yang diderita Dewi dan Lia itu penyakit jenis apa??

Kita semua tentu sudah tau, paling tidak mendengar apa itu penyakit TB (Tuberkulosis). Dulu penyakit ini kerap kali disebut dengan TBC. TB adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit TB ini ditularkan melalui percikan dahak penderita TB yang tersebar di udara. Nah ketika di sekitar kita ada seorang penderita TB, kemudian dia batuk, bersin, berbicara atau meludah, saat itulah mereka memercikan kuman TB ke udara. Kemudian seseorang dapat tertular TB hanya dengan mengirup sejumlah kecil kuman TB yang sudah tersebar di udara tadi. 

Nah, kalau TB MDR itu apa?? Kalau yang satu ini masih saudaraan dengan TB, tapi kalau TB MDR itu disebabkan oleh kuman TB yang kebal obat, makanya disebut MDR, yang singkatan bahasa bulenya Multi Drug Resistant, kalau bahasa kita itu TB yang kebal dengan obat. 

Jadi TB MDR ini dialami oleh orang yang ketika awal menderita TB pengobatannya tidak tuntas sehingga kebal terhadap obat-obat TB. Selain itu TB MDR juga bisa dialami karena kita tertular dari pasien TB MDR. Kalau sudah positif terkena TB MDR maka pasien harus menjalani pengobatan di sarana pelayanan kesehatan seperti rumah sakit atau puskesma selama 18 - 24 bulan. Selama kurun waktu itu pasien TB harus minum obat setiap hari tanpa boleh terputus, oleh karena itu pasien dengan TB MDR harus didampingi dengan yang namanya PMO atau pendamping minum obat. 

Seperti cerita Dewi dan Lia untuk sembuh mereka harus disiplin minum obat dan tidak boleh lupa. Obat yang diminum pun jumlahnya belasan butir dan besar-besar. Selama minum obat mereka mengalami efek samping seperti mual, muntah, pusing, sakit kepala, diare, nyeri otot dan tulang. Untuk beberapa pasien bahkan bisa mengalami halusinasi atau kehilangan kewarasannya sementara. 

Apa yang dialami oleh penderita TB MDR tidak hanya mengalami kesakitan fisik akibat pengobatan yang harus mereka jalani. Namun kesakitan psikologi juga harus mereka rasakan, stigma negatif masyarakat atau bahkan dari orang terdekat justru kerap kali membuat mereka menjadi "down". 

"Sudah pastilah masyarakat disekitar rumah saya menjauhi karena saya TB. Mereka mengucilkan saya, bahkan suami saya sampai meninggalkan saya. Tapi sekarang setelah dua tahun menjalani pengobatan dengan disiplin, saya sudah sembuh. Bahkan saya merasakan hidup saya lebih berarti bagi orang lain. Sekarang saya membantu teman-teman yang masih menderita TB dengan menyemangati mereka untuk disiplin minum obat supaya bisa sembuh," cerita Dewi penuh semangat dan senyum. 

"Sekarang saya juga sudah sembuh dari TB MDR. Kalau ingat dulu waktu masih sakit suka sedih dan nangis. Kalau dikucilkan orang dan keluarga itu sudah pasti. Yang semakin sedih ketika saya hamil kemudian melahirkan, saya harus menunggu setahun untuk bisa pegang anak saya. Tapi sekarang senang rasanya saya sudah bisa mencium menggendong anak saya," tutur Lia. 

Penderita TB atau TB MDR sesungguhnya bukanlah orang yang harus dijauhi, dikucilkan dan ditakuti, karena TB bisa disembuhkan. Oleh karena itu jika di keluarga kita, saudara kita dan tetangga kita ada yang mengalami gejala batuk berdahak lebih dari 2 minggu bahkan sampai batuk darah, kemudian merasakan demam, nyeri di dada, berkeringat di malam hari padahal tidak melakukan aktifitas apapun, nafsu makan berkurang dan berat badab menurun terus segera dibawa ke rumah sakit atau puskesmas untuk menjalani pemeriksaan. Jika positif TB, tidak perlu khawatir dengan pengobatannya, karena diseluruh layanan kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas milik pemerintah pengobatan TB GRATIS, OBAT TB GRATIS

Semua penderita TB MDR layak tersenyum bahagia seperti Dewi dan Lia. Dengan adanya obat gratis dan pasien disiplin minun obat, setiap harinya akan ada Dewi dan Lia yang lain muncul dan bisa mengatakan "Saya pasien TB MDR dan sekarang saya sudah sembuh".  (Diu Oktora / Graha Raya Bintaro - Cluster Valencia, 7 Maret 2015)