19 Desember 2017

Asian Para Games 2018, Ajang Ukir Prestasi Atlet Penyandang Disabilitas

Keterbatasan fisik bukan halangan untuk berprestasi, banyak orang yang fisiknya tidak sempurna namun berprestasi hebat. Sebut saja Stephen Hawking, siapa yang tidak kenal orang yang satu ini, ahli fisika yang terkenal dengan teori-teorinya tentang kosmologi, gravitasi kuantum, lubang hitam dan radiasi hawking.

Banyak lagi orang yang tidak sempurna fisiknya namun berprestasi, dibidang olahraga misalnya Anthony Robles, atlet gulat asal Arizona State University, Amerika Serikat. Anthony yang lahir dengan satu kaki adalah pemegang rekor nasional gulat kelas berat untuk kelas 125 pound.

Di Indonesia tidak kalah banyaknya atlet penyandang disabilitas yang juga berhasil mengukir prestasi nasional bahkan dunia. Untuk cabang renang, Indonesia punya Suriansyah, Jendi Pangabean, Muhhamad Bejita, Laura Aurelia Dinda, Guntur, Fajar Nur Hadianto, Manaser, Gusmala, Musa Mandan Karuba, Sapia Rumbaru, Melani Putri, dan Marinus Melianus. Para perenang difabel Indonesia ini baru saja mengukir prestasi dengan merebut 13 emas di ajang ASEAN Para Games ke 9 di Kuala Lumpur, Malaysia, September 2017 lalu.

Ajang kompetisi olahraga memang menjadi salah satu pembuktin bagi para atlet penyandang disabilitas untuk menunjukkan bahwa kekurangan fisik tidak menghentikan mereka untuk berprestasi dan menjadi juara.

Pada tanggal 6 - 13 Oktober, Indonesia akan menjadi tuang rumah Asian Para Games 2018 (APG 2018). Perhelatan kompetisi olahraga untuk atlet penyandang disabilitas tingkat Asia ini akan digelar di Jakarta dan akan diikuti lebih dari 3000 atlet asal 43 negara, serta memperebutkan 581 medali dari 18 cabang olahraga yang dipertandingkan.

Perhelatan APG 2018 di Indonesia merupakan pelaksanaan yang ketiga dan Indonesia tercatat sebagai negara pertama di kawasan Asia Tenggara yang menjadi tuan rumah. Sebelumnya Asia Para Games diselenggarakan di Guangzhou, China pada tahun 2010 dan Incheon, Korea Utara pada tahun 2014.

APG 2018 mengusung slogan "The Inspiring Spirit and Energy of Asia" dan tertuang dalam empat misi yaitu determination, courage, equality dan inspiration yang bermakna bahwa atlet penyandang disabilitas memiliki tekad yang kuat dan kepercayaan diri yang tinggi, baik fisik dan mental dalam menghadapi sebuah kompetisi.

Momen ini juga sekaligus juga dapat menjadi sumber inspirasi dan motivasi dari para atlet difabel untuk masyarakat lainnya, bahwa dengan keterbatasan fisik para atlet ini mampu berjuang dan mengukir prestasi yang mengharumkan nama bangsa.

Sebagaimana ajang kompetisi olahraga internasional, Asian Para Games 2018 juga mempunyai maskot. Elang Bondol dipilih sebagai maskot Asian Para Games 2018, burung yang juga merupakan maskot Kota Jakarta ini diberi nama MoMo, yang merupakan kependekan dari Motivation and Mobility.

Guna menggalang dukungan untuk atlet penyandang disabilitas Indonesia yang akan bertanding di Asian Para Games 2018, Indonesia Asian Para Games Organizing Committee (INAPGOC) sudah melakukan berbagai persiapan, baik berupa persiapan kesiapan sarana dan prasarana pertandingan dan atlet, INAPGOC juga melakukan sosialisasi di 16 kota besar Indonesia, yaitu Medan, Palembang, Batam, Jakarta, Tangerang, Bekasi, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Solo, Surabaya, Bali, Makassar, Samarinda dan Ambon.

Ayo kita dukung atlet penyandang disabilitas kita dalam ajang Asian Para Games 2018, kita pasti bisa, Indonesia juara.

16 Desember 2017

Situs Nangasia, Jejak Sejarah Dompu yang Terabaikan


Kemana saja kaki melangkah, pasti ada cerita disana. Bulan Oktober lalu, kaki ini menjejak di Bumi Nggahi Rawi Pahu, Dompu, Nusa Tenggara Barat. Kabupaten yang terletak di bagian tengah Pulau Sumbawa ini sangat terkenal dengan keindahan alamnya, terutama kawasan pantainya.

Selama 4 hari di Dompu banyak cerita yang saya dapat, banyak cerita yang meninggalkan kenangan. Salah satu lokasi yang berkesan yang saya datangi adalah lokasi Situs Nangasia. Situs bersejarah ini saya tahu dari seorang kawan jurnalis senior di Dompu, Muhyiddin, Pemred Tofonews.com. Bang Idin saya biasa menyapanya bercerita bahwa di Dompu ada situs purbakala berupa Batu Kursi dan Kubur Duduk. Sebagai pencinta sejarah, saya langsung tertarik berkunjung kesana. Bersama bang Idin, dua teman dari kantor - Mas Agus dan Yati, dan seorang teman jurnalis senior Dompu dari Berita11.com, Sahrul kami pun menuju ke Situs Nangasia.

Sumber Photo: Google
Situs yang diperkirakan berusia 2500 tahun Sebelum Masehi (SM) ini terletak di Kawasan Wisata Pantai Lakey. Dengan adanya situs ini memberikan bukti sejarah bahwa nenek moyang masyarakat Dompu telah mempunyai peradaban dan menguasai teknologi yang cukup tinggi, ini ditandai dengan ditemukannya berbagai peninggalan masa lampau berupa manik-manik dan keramik. 

Usai Sholat Ashar, dengan menggunakan mobil kami menuju Kawasan Wisata Pantai Lakey, dari Kota Dompu perjalanan kami tempuh kurang lebih selama 30 menit. Selama perjalanan dari Dompu ke Lakey mata kita dimanjakan dengan pemandangan gunung dan hutan, namun sayang keindahan pemandangan sangat terganggu dengan berbagai lokasi yang gundul bahkan pembakaran untuk membuka lahan baru. 

Menurut Bang Idin, sebagian hutan di Dompu sudah beralih fungsi menjadi perkebunan jagung. Banyak lahan-lahan dihutan yang seharusnya menjadi daerah resapan air, pohon-pohonnya ditebang untuk dijadikan perkebunan jagung oleh masyarakat. Masyarakt melakukan ini dikarenakan adanya kebijakan dari Bupati Dompu untuk menggerakan perekonomian rakyat dengan membuka perkebunan Jagung. Namun sayang, tampaknya kebijakan ini merusak habitat hutan. Sepanjang jalan kita juga bisa menemukan banyak monyet dipinggir jalan, monyet-monyet ini keluar hutan karena di hutan makanan mereka sudah tidak ada.

Setelah menempuh perjalanan selama 30 menit, kami pun memasuki kawasan Lakey, hamparan laut yang membiru dan angin yang sejuk menyapa kami. Sebelum menuju lokasi situs, bang Idin mampir ke rumah saudaranya sejenak untuk meminjam golok. Saya pun bertanya untuk apa golok? "untuk menebang rumput. khawatir rumput disana sudah tinggi-tinggi", jawab Bang Idin.

Photo by : Agus Hermawan
Kami pun melanjutkan perjalanan, kami memasukin jalan kecil menuju sebuah perkampungan, tidak lama kemudian mobil kami berhenti dekat dengan bendungan yang kondisi sungainya saat itu kering. Kami pun sempat berfoto-foto sejenak.

Saya tidak membayangkan sebelumnya lokasi Situs Nangasia seperti apa, ternyata situs bersejarah ini letaknya berada di perbukitan. Untuk menuju lokasi kami harus melewati ilalang yang tinggi bahkan pohon-pohon liar, tak heran jadinya mengapa bang Idin membutuhkan golok. Kami juga harus meloncati batu-batu atau pagar bambu yang mungkin dibuat oleh warga.

Ternyata perjalanan untuk melihat Situs Nangasia tidaklah mudah, berbeda kalau kita mengunjungi situs purbakala di daerah Indonesia lainnya. Belum lagi untuk menuju situs, bang Idin harus mencari-cari lokasinya, karena memang tidak ada penunjuk yang jelas. Jadi selain penduduk asli disana, orang tidak akan tahu bahwa di lokasi tersebut ada benda purbakala yang bersejarah.

Photo by : Sahrul, Jurnalis Berita11.com
Akhirnya kami pun sampai. Di kawasan situs ini kami menemukan Batu Kursi, orang Dompu menyebutnya Wadu Kadera. Batu Kursi ini adalah sebuah batu besar yang berada di puncak bukit.

Menurut cerita bang Idin, batu ini adalah kursi tempat penobatan para Ncuhi (Pemimpin). Di sebalah kanan kiri kursi batu ini tampak lubang yang merupakan bekas telapak kaki para Ncuhi. Dari atas kursi duduk ini kita bisa melihat luas pemandangan Kawasan Pantai Lakey.

Setelah puas melihat-lihat Batu Kursi dan mengatur nafas, kami pun melanjutkan menyisir perbukitan untuk melihat Kubur Duduk. 

Tidak jauh berbeda saat menuju lokasi Batu Kursi, untuk menemukan Kubur Duduk pun bang Idin masih harus mencari-cari lokasi pastinya. Sebelum bersama kami bang Idin sudah pernah ke lokasi ini sebelumnya untuk melakukan liputan, sekitar 5 tahun lalu kata bang Idin. Dan kondisi saat kami datangi sudah berbeda, rumput-rumput tumbuh lebih liar menjadi semak belukar.


Photo By: Diu Oktora
Akhirnya kami pun menemukan lokasi Kubur Duduk. Kuburan purbakala ini terbuat dari batu, bentuknya bulat dan bulatan kecil diatasnya, sekilas bentuknya tampak seperti gong.

Menurut bang Idin, Balai Arkeologi Denpasar pernah melakukan penggalian Kubur Batu sekitar tahun 2002an untuk melakukan penelitian. Salah satunya hasil temuannya adalah ditemukan kerangka manusia didalam kuburan dalam posisi duduk.


Selain kubur duduk dan kursi batu, disekitaran lokasi Situs Nangasia kami juga menemukan beberapa prasasti batu lainnya.

Situs Nangasia ini diperkirakan merupakan salah satu situs gerabah di Nusa Tenggara Barat dan merupakan situs tertua yang berasal dari masa Neolitik. 


Photo By: Diu Oktora
Situs Nangasia ini merupakan satu-satunya situs di Kabupaten Dompu yang telah dinyatakan dan resmi sebagai Warisan Cagar Budaya Pemerintah. Namun sebagai sebuah cagar budaya yang resmi kondisinya sangat memperihatinkan. Pemerintah Daerah Kabupaten Dompu sama sekali tidak merawat peninggalan bersejarah ini. 

Situs ini dibiarkan terbengkalai, tidak diurus. Jalan menuju situs sangat sulit. Sebagai sebuah bukti peradaban Dompu seharusnya Pemerintah Kabupaten Dompu harus mulai memikirkan untuk melakukan perbaikan baik akses menuju lokasi situs, merawat dan menata situs-situs yang masih ada. Karena ini merupakan aset daerah yang sangat berharga dan bisa menjadi salah satu tawaran wisata bagi turis domestik maupun luar negeri.

Photo By: Agus Hermawan
Keringat yang berpeluh terbayar usai kami mengunjungi situs. Pemandangan disekitar lokasi Situs Nangasia sangat indah. Hamparan sawah yang menghijau, semilir angin pantai yang menyejukkan, langsung membuat segar, hilang lelah naik turun perbukitan.

Seiring terbenamnya sang surya pun kami kembali ke mobil dan melanjutkan perjalanan kembali ke Dompu.