Hubungan Indonesia Malaysia lagi – lagi tegang, kali ini karena Malaysia mengklaim seni budaya asal Bali, Tari Pendet sebagai milik mereka. Klaim itu dapat dilihat dari iklan pariwisata Malaysia di televisi – televisi. Berbagai protes menentang kelakuan Negara tetanggu itu pun bermunculan. Aksi demontrasi – pembakaran bendera Malaysia bahkan seruan Ganyang Malaysia yang sempat dilontarkan Presiden pertama Indonesia – Soekarno kembali terdengar.
Aksi klaim Malaysia terhadap kebudayaan Indonesia bukan kali ini saja terjadi, namun sudah sering kali dan berulang – ulang. Pada tahun 2007, Malaysia mengklaim lagu “Rasa Sayange” asal Ambon – Maluku sebagai lagu tradswional mereka. Masih pada tahun yang sama kesenian asal Jawa, Wayang Kulit juga diklaim. Dalam berbagai acara kesenian, wayang dipentaskan sebagai kesenian Malaysia. Tahun 2008, giliran Reog Ponorogo dari Jawa timur dan Keris yang diakui sebagai kesenian Malaysia.
Masih banyak lagi kesenian asli Republik Indonesia yang diaku – akui Malaysia. Misalnya beberapa lagu yang sempat hak milik mereka antara lain lagu “Burung Kakak Tua” dari Maluku, lagu asal Nusa Tenggara “Anak Kambing Saya”, “Soleram” asal Riau, “Injit – Injit Semut” dari Jambi. Bahkan Batik Parang – Yogyakarta juga dengan seenaknya dibilang budaya Malaysia.
Kelakuan klaim seenaknya Malaysia, tidak hanya soal budaya tapi juga wilayah. Lihat saja aksi maneuver seenaknya Tentara Diraja Malaysia di perairan Ambalat – Kalimantan Timur. Dan yang teranyar pengakuan atas Pulau Jemur, pulau terluar di kepulauan Riau.
Dibalik hiruk pikuk menolak klaim kebudayaan dan wilayah yang dilakukan oleh Malaysia, coba sejenak kita menoleh kedunia pesinetronan kita.
Beberapa waktu lalu, gue sempat bedrest selama 10 hari. Selama bedrest kerjaan utama gue adalah melahap semua tayangan televisi termasuk sinetron. Di salah satu televisi swasta nasional kita menayangkan sinetron berbau – bau Malaysia. Pemainnya beberapa artis papan atas Indonesia. Dalam sinetron tersebut dialog yang digunakan adalah bahasa Malaysia, logat – logat melayu.
Kebetulan mbak yang ngasuh alvaro anak gue, doyan banget nonton sinetron itu, karena kebetulan dia berasal dari Pontianak sehingga mengerti bahasa melayu Malaysia. Jadilah gue ikut – ikutan nonton. Ada yang menarik dari sinetron itu, dalam beberapa dialognya sering kali pemainnya mengucapkan kata – kata yang menghina Bangsa Indonesia, seperti “kan orang Indonesia itu pembantu semua” atau “Indonesia itukan negara miskin”.
Nah loh, disaat kita menganggap Malaysia menghina Indonesia dengan mengklaim sejumlah kebudayaan nasional kita. Tapi televisi nasional kita justru menanyangkan sinetron yang berlatar belakang kehidupan orang Malaysia dan ceritanya kalau boleh gue sebut malah menghina Indonesia sendiri. Ironisnya, yang main adalah artis Indonesia, televisi yang menayangkan adalah televisi nasional Indonesia…. Bagaimana ini??? (Valencia Home, 01 September 2009 – Diu Oktora)
01 September 2009
Klaim Budaya = Negara Tidak Beridentitas
Ganyang Malaysia … seruan itu belakangan ini kembali ramai dikumandangkan. Bukan tanpa sebab ajakan melawan negeri serumpun Indonesia berkobar. Aksi klaim Malaysia terhadap kebudayaan Nusantara menjadi pemicunya. Hubungan Indonesia dan Malaysia beberapa minggu belakangan ini kembali tegang. Kali ini penyebabnya adalah klaim Malaysia terhadap tari Pendet. Melalui iklan pariswisatanya yang disiarkan melalui televisi – televisi Malaysia mengklaim tari tradisional asal Bali tersebut sebagai bagian dari budaya asli mereka.
Aksi protes terhadap kelakuan Malaysia pun berdatangan dari dalam negeri. Mulai dari aksi unjuk rasa, pembakaran bendera bahkan ajakan berperang terhadap Malaysia pun bermunculan. Pemerintah Indonesia melalui Menteri Pariwisata juga melayangkan protes ke negeri jiran.
Aksi klaim Malaysia terhadap kebudayaan Indonesia bukan kali ini saja terjadi, namun sudah sering kali dan berulang – ulang. Pada tahun 2007, Malaysia mengklaim lagu “Rasa Sayange” asal Ambon – Maluku sebagai lagu tradswional mereka. Masih pada tahun yang sama kesenian asal Jawa, Wayang Kulit juga diklaim. Dalam berbagai acara kesenian, wayang dipentaskan sebagai kesenian Malaysia. Tahun 2008, giliran Reog Ponorogo dari Jawa timur dan Keris yang diakui sebagai kesenian Malaysia.
Masih banyak lagi kesenian asli Republik Indonesia yang diaku – akui Malaysia. Misalnya beberapa lagu yang sempat hak milik mereka antara lain lagu “Burung Kakak Tua” dari Maluku, lagu asal Nusa Tenggara “Anak Kambing Saya”, “Soleram” asal Riau, “Injit – Injit Semut” dari Jambi. Bahkan Batik Parang – Yogyakarta juga dengan seenaknya dibilang budaya Malaysia.
Kelakuan klaim seenaknya Malaysia, tidak hanya soal budaya tapi juga wilayah. Lihat saja aksi maneuver seenaknya Tentara Diraja Malaysia di perairan Ambalat – Kalimantan Timur. Dan yang teranyar pengakuan atas Pulau Jemur, pulau terluar di kepulauan Riau.
Kelakuan seenak – senaknya Malaysia juga tanpa sebab, mungkin sebagai negara serumpun kebudayan Indonesia dan Malaysia bisa saja ada kemiripan. Tapi walaupun ada kemiripan, pasti tidak akan sama, pasti aka ada perbedaan sebab lahirnya suatu budaya adalah dari kebiasaan penduduk setempat.
Persoalan pencatatan atau invetarisasi dan perlindungan hak cipta terhadap seni budaya bangsa kita yang tersebar diseluruh nusantara juga menjadi persoalan yang dengan mudah dimanfaatkan oleh Malaysia. Jika saja seluruh kebudayaan kita di invetarisasi dengan baik dan dilindungi hak ciptanya, mungkin saja negara – negara yang tidak bertanggung jawab tidak akan seenaknya mengklaim budaya kita sebagai milik mereka.
Usaha pemerintah Indonesia untuk memperkenalkan kebudayaan ke dunia internasional sesungguhnya sudah banyak, misalnya muhibah misi kesenian Indonesia keluar negeri. Namun, mungkin sekarang pemerintah kita juga harus mulai melirik memperkenalkan budaya ibu pertiwi melalui publikasi multimedia, seperti iklan melalui televisi atau jaringan internet.
Budaya adalah identitas suatu negara. Jika suatu Negara hanya bisa mengklaim budaya Negara lain sebagai budaya negaranya, maka Negara tersebut tidak mempunyai identitas… Setuju kan???? (Valencia Home, 01 September 2009)
Aksi protes terhadap kelakuan Malaysia pun berdatangan dari dalam negeri. Mulai dari aksi unjuk rasa, pembakaran bendera bahkan ajakan berperang terhadap Malaysia pun bermunculan. Pemerintah Indonesia melalui Menteri Pariwisata juga melayangkan protes ke negeri jiran.
Aksi klaim Malaysia terhadap kebudayaan Indonesia bukan kali ini saja terjadi, namun sudah sering kali dan berulang – ulang. Pada tahun 2007, Malaysia mengklaim lagu “Rasa Sayange” asal Ambon – Maluku sebagai lagu tradswional mereka. Masih pada tahun yang sama kesenian asal Jawa, Wayang Kulit juga diklaim. Dalam berbagai acara kesenian, wayang dipentaskan sebagai kesenian Malaysia. Tahun 2008, giliran Reog Ponorogo dari Jawa timur dan Keris yang diakui sebagai kesenian Malaysia.
Masih banyak lagi kesenian asli Republik Indonesia yang diaku – akui Malaysia. Misalnya beberapa lagu yang sempat hak milik mereka antara lain lagu “Burung Kakak Tua” dari Maluku, lagu asal Nusa Tenggara “Anak Kambing Saya”, “Soleram” asal Riau, “Injit – Injit Semut” dari Jambi. Bahkan Batik Parang – Yogyakarta juga dengan seenaknya dibilang budaya Malaysia.
Kelakuan klaim seenaknya Malaysia, tidak hanya soal budaya tapi juga wilayah. Lihat saja aksi maneuver seenaknya Tentara Diraja Malaysia di perairan Ambalat – Kalimantan Timur. Dan yang teranyar pengakuan atas Pulau Jemur, pulau terluar di kepulauan Riau.
Kelakuan seenak – senaknya Malaysia juga tanpa sebab, mungkin sebagai negara serumpun kebudayan Indonesia dan Malaysia bisa saja ada kemiripan. Tapi walaupun ada kemiripan, pasti tidak akan sama, pasti aka ada perbedaan sebab lahirnya suatu budaya adalah dari kebiasaan penduduk setempat.
Persoalan pencatatan atau invetarisasi dan perlindungan hak cipta terhadap seni budaya bangsa kita yang tersebar diseluruh nusantara juga menjadi persoalan yang dengan mudah dimanfaatkan oleh Malaysia. Jika saja seluruh kebudayaan kita di invetarisasi dengan baik dan dilindungi hak ciptanya, mungkin saja negara – negara yang tidak bertanggung jawab tidak akan seenaknya mengklaim budaya kita sebagai milik mereka.
Usaha pemerintah Indonesia untuk memperkenalkan kebudayaan ke dunia internasional sesungguhnya sudah banyak, misalnya muhibah misi kesenian Indonesia keluar negeri. Namun, mungkin sekarang pemerintah kita juga harus mulai melirik memperkenalkan budaya ibu pertiwi melalui publikasi multimedia, seperti iklan melalui televisi atau jaringan internet.
Budaya adalah identitas suatu negara. Jika suatu Negara hanya bisa mengklaim budaya Negara lain sebagai budaya negaranya, maka Negara tersebut tidak mempunyai identitas… Setuju kan???? (Valencia Home, 01 September 2009)
Langganan:
Postingan (Atom)