Tak
kenal maka tak sayang, kalau sudah kenal pasti akan ada kenangan yang terukir.
Kalimat itu tampaknya bisa menggambarkan hubungan kerja dengan Pusat Komunikasi
Publik (Puskomblik) hampir tiga tahun lalu.
Awal
perkenalan dengan Puskomblik adalah saat aku bekerja disebuah perusahaan PR.
Kebetulan PR tempat ku dulu bekerja adalah konsultan komunikasi untuk
Puskomblik. Banyak kejadian seru selama aku melakukan pendampingan di
Puskomblik.
Salah
satu keseruan adalah saat pertama kali Puskomblik mulai aktif dengan sosial
media. Buat humas kementerian, sosial media ketika itu umumnya bukanlah suatu
target media komunikasi, namun merupakan beban kerja tambahan. Namun niat
Kepala Puskomblik saat itu Ibu Murti Utami, yang biasa disapa dengan Mbak Ami
sangat serius memanfaatkan medium sosial media sebagai salah satu sarana
komunikasi dengan masyarakat.
Salah
satu keseriusan itu ditunjukan dengan membentuk tim yang terdiri atas 7 orang
generasi muda, dan dinamakan “7 Rempong” sesuai dengan namanya kerjaan tim
kecil ini memang rempong abis. Entah memang pembentukan tim ini tepat momentum
atau ini merupakan uji nyali dan kesabaran “the rempong” sebab banyak sekali
peristiwa yang terjadi dan waktunya pasti di saat weekend dimana itu waktu yang
biasanya teman-teman Puskom libur. Namun karena Puskom sudah memutuskan untuk
terlibat di sosial media, mau tidak mau harus bekerja 24 jam sehari dan 7 hari
seminggu.
Sakin
seringnya berhubungan kerja dengan teman-teman puskom, terutama dengan 7
Rempong. Hubungan kami tidak hanya sekedar soal pekerjaan saja, tapi justru
lebih menjadi seorang teman, lebih personal. Jadi obrolan kami tidak hanya soal
kerjaan saja, kami pun bertemu tidak hanya dalam rapat-rapat pendampingan atau evaluasi
saja, tapi kami sering juga nongkrong bareng di kantin Kementerian Kesehatan.
Dari nongkrong-nongkrong itu ide-ide temen-temen 7 Rempong ini brilliant banget
untuk ngembangin sosial media Kemenkes.
Terkait
dengan 7 Rempong, ada beberapa hal yang wajib diacungin 4 jempol. Saat memulai
sosial media, 7 Rempong tidak memiliki keahlian dalam menulis berita, menulis
tweet untuk corporate. Namun karena semangat mereka yang sangat tinggi, tidak
sampai satu bulan The Rempong sudah bisa melakukan itu semua.
Kerempongan
yang tidak bisa dilupakan adalah saat ada kasus kuesioner kelamin yang tersebar
di sekolah dasar di Sabang, Aceh. Peristiwa ini ramai di sosial media pada
sabtu malam, akun twitter @puskomdepkes ramai dihujani tweet tentang ini. Inget
banget, waktu itu aku sudah tidur, dan ada telepon masuk dari mbak Nani, salah
seorang tim 7 Rempong, kata mbak Nani “Mbak Diu, baca twitter dong, lagi rame
di akun Puskom” buka laptop lah aku, sambil diskusi dengan mbak Nani (yang
memang hari itu adalah jadwalnya piket untuk “jagain” akun @puskomdepkes) kami
menyusun strategi untuk merespon cepat di twitter.
Karena
sudah tengah malam, saya sampaikan ke mbak Nani, biarkan saja sekarang ramai di
twitter, dan kita juga tidak mungkin menghubungi kapuskom tengah malam seperti
ini untuk approval respon yang akan kita buat. Kita akan merespon semua ini
besok pagi sebelum jam 9, itu artinya malam ini kita harus segera menyusun
tweet respon dan email malam ini juga ke kapuskom untuk segara di approval
besok pagi-pagi agar bisa kita tweet segera.
Akhirnya
diskusi telepon dengan mbak Nani selesai, kami pun melanjutkan tek tok melalui
email. Dan malam itu tersusunlah tweet untuk merespon kasus kuesioner kelamin.
Dan kasus ini dapat “diredam” dalam waktu sehari oleh Puskom baik di sosial
media, berita online dan berita tulis.
Keseruan
lain kerja dengan temen-temen Puskom adalah saat sosialisasi JKN (Jaminan
Kesehatan Nasional). Saat itu, tahun 2014 Pemerintah melalui Kemenkes baru saja
meluncurkan program Jaminan Kesehatan untuk seluruh warga negara Indonesia.
Karena ini terkait kesehatan, Kementerian Kesehatan memiliki tugas untuk
melakukan sosialisasi keseluruh lapisan masyarakat.
Hal
yang tidak bisa dilupakan saat menyusun sosialisasi JKN dengan temen-temen
Puskom adalah sosialisasi untuk buruh. Ini adalah sosialisasi yang paling
deg-deg an selama memperkenalkan program kesehatan baru pemerintah ini, karena
buruh saat itu adalah barisan terdepan yang menolak pemerintah mengadakan
program JKN.
Strategi
pun disusun, mulai dari narasumber. Siapa narasumber yang dianggap paling bisa
bicara dengan buruh dan membuat buruh mau mendengar. Berbagai nama narasumber
dimunculkan, berbagai kriteria narasumber disebutkan. Tidak hanya itu layout
ruang pertemuan pun disusun sedemikian rupa. Bahkan strategi untuk “melarikan
diri” dari acara baik untuk narasumber maupun tim Puskom juga juga dipikirkan
khawatir terjadi keributan dengan buruh.
Hmm..
Sesungguhnya masih banyak cerita dibalik cerita dengan Puskom. Namun, ada satu
yang memang harus diacungi jempol, Puskom Kemenkes memang layak memiliki sebuah
Prasasti. Mengapa? Karena Puskom Publik Kemenkes menunjukkan bahwa mereka
adalah institusi yang professional dan jika kita terlibat “dibalik dapur” nya
Puskom itu semua akan membalikan image, pandangan, opini bahwa Puskom
kementerian hanyalah tukang menyebarkan press rilis saja.
Sekarang
Puskom Publik sudah bertransformasi menjadi Biro Komunikasi dan Pelayanan
Masyarakat, semoga fisik yang baru ini akan terus membawa ruh Puskom Publik
sehingga bisa menjadi lebih baik.
di penguhujung pengabdian, Puskom Publik Kemenkes meluncurkan buku "Prasasti Puskom Publik" baca buku ini semua orang akan bisa tahu bagaimana Puskom memeras keringat sebagai ujung tombak komunikasi di Kementerian Kesehatan.
Bangga
dan senang pernah bekerja dengan tim hebat seperti Puskom Publik Kemenkes…
Bangga
dan senang bisa menjadi bagian kecil dari kesuksesan Puskom Publik Kemenkes…
Bangga
dan senang bisa menyaksikan kesuksesan Puskom Publik Kemenkes…
Teruslah mengukir prestasi dengan tinta emas mu, ditunggu prasasti lainnya. (Diu Oktora, Cikupamas / 12 Januari 2016)