Suatu hari sama si kecil Shaqira Layla Maru.
Aku : de' kita belajar berhitung yuk
Shaqira : Ayo
Aku : coba.adek hitung 1 sampe 10 dalam Bahasa Inggris
Shaqira : one, two, three, four, five, six, seven, eight, nine, ten
Aku: oke, adek pinter. Sekarang adek hitung 1 sampe 10 pakai Bahasa Indonesia
Shaqira : satu, dua, tiga, empat, lima, tujuh, terus apa mah adek lupa
Aku : coba adek ulang pelan-pelan. Adek kan hapal
Shaqira : satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, sembilan, sepuluh
Aku : salah, delapannya mana. Kok adek jadi ga hapal?
Shaqira : udah ah mama, aku itung Bahasa Inggris aja, gampang.
Suatu waktu, di hari yang berbeda
Shaqira : mah, adek ada PR dari bu guru, mewarnai.
Aku : ya udh, ayo kita kerjain, ambil buku mewarnainya.
Shaqira : PR nya halaman seven sampai ten
Aku : halaman seven sampai ten itu Bahasa Indonesianya berapa dek?
Shaqira : ya tujuh sampe sepuluh lah mama.
Aku : oke, ya udh sekarang adek mau mewarnai pake warna apa? Ambil warnanya.
Shaqira : aku mau yellow, red, green sama black
Aku : itu warna apa aja dek?
Shaqira : iii mama, itu ya warna kuning, merah, hijau sama hitam.
Aku : adek kok ngomongnya Bahasa Inggris terus, Bahasa Indonesia dong.
Shaqira : Aaa, mama, aku ga sukanya ngomong Inggris. Udah ach, adek mau mewarnai.
Shaqira Layla Maru, usianya di bulan November lalu tepat 4 tahun dan sudah sekolah di kelompok bermain. Sejak sekolah Shaqira punya kebiasaan baru, si kecil ku ini lebih suka berbicara bahasa Inggris dibandingkan bahasa Indonesia. Di sekolah gurunya juga pernah cerita "mama, di rumah Shaqira kalau ngomong sama mama pakai bahasa Inggris ya? Soalnya di kelas kalau diajak ngomong atau disuruh pakai bahasa Indonesia, Shaqira tidak mau jawab atau mengerjakan tugasnya. Tapi kalau pakai bahasa Inggris baru mau. Misalnya pas mewarnai, dibilang Shaqira ambil warna kuning, itu pasti tidak dikerjakan. Tapi kalau dibilang put the yellow colour, Shaqira langsung mengerjakan", cerita bu Linda, guru kelas Shaqira.
Sesungguhnya di rumah Shaqira tidak selalu diajak berbicara bahasa Inggris, kalaupun iya paling satu atau dua kata yang dicampur dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia tetap dominan menjadi bahasa utama.
Bangga dan senang sih lihat Shaqira bisa dan suka berbahasa Inggris sejak kecil. Tanpa harus dipaksa, anaknya udah suka sendiri. Tapi aku ada sedikit pengalaman yang tidak menyenangkan soal anak sejak dini diajarin dan berbicara pakai bahasa Inggris. Ini pengalaman dengan si sulung ku, Alvaro Bayanaka Maru.
Ketika itu, aku dan suami sangat ini kalau punya anak, sejak kecil sudah harus bisa berbahasa Inggris. Nah ketika Alvaro lahir, sejak bayi sudah kami ajak berceloteh dengan bahasa Inggris, kami perkenalkan dengan film kartun atau tontonan anak yang berbahasa Inggris. Ketila Alvaro sudah mulai bisa berbicara, kami pun mengajaknya berbicara dalam bahasa Inggris. Alhasil, Alvaro pun sehari-hari selalu berbicara dalam bahasa Inggris, kebetulan juga lingkungan permainan dengan teman-teman di rumah banyak yang berbahasa Inggris jadi tidak ada masalah.
Suatu hari, kami membawa Alvaro menginap di rumah opungnya. Disana kebetulan lingkungan permainan anak-anak kecilnya tidak ada yang berbahasa Inggris. Belum lama main, Alvaro pulang sambil menangis, dia bilang "mama, aku diketawain, aku ga ngerti mereka bicara apa" deg!!! Aku merasa seperti dipukul, anak ku tidak bisa bersosialisasi dengan teman-temannya karena tidak bisa bahasa Indonesia, bahasa Ibu, bahasa yang harusnya utama dia kuasai. Sejak peristiwa itu, akhirnya Alvaro aku perkenalkan dengan bahasa Indonesia.. Alhamdullilah bahasa Indonesia dan Inggris kita dikuasai seiringan.
Aku tidak ingin peristiwa Alvaro kembali terulang ke Shaqira, makanya setiap Shaqira berbicara bahasa Inggris pasti aku kasih tau dan ajarkan bahasa Indonesianya. Metodenya memang jadi terbalik, bahasa Inggris dulu baru bahasa Indonesia, tapi tidak apa-apa karena bahasa Ibu tetap menjadi bahasa yang dia kenal juga.
Kemampuan bahasa Inggris Shaqira sebenarnya tidak pernah diajarkan khusus. Kemampuan itu didapat karena Shaqira suka sekali menonton tayangan di youtube dan saluran tivi anak berbahasa Inggris. Mungkin karena tiap hari dia nonton dan mendengar, jadi tertanam diingatan. Aku dan papa nya sesekali memang berbicara Inggris dengan maksud memperkenalkannya.
Saat ini aku membiarkan Shaqira lebih suka berbicara dengan bahasa Inggris, karena memang ini kemampuan yang harus terus diasah. Tapi aku dan papanya juga gurunya sepakat, setiap Shaqira atau kami berbicara bahasa Inggris, kami harus menterjemahkannya langsunh ke Shaqira sehingga dia mengerti bahasa Indonesianya juga. Biar bagaimana pun menguasai bahasa asing sangat diperlukan, namun bahasa ibu idak boleh ditinggalkan.