Mengunjungi
museum menjadi agenda weekend kami dua minggu lalu (15/8/2017). Monumen Pancasila Sakti di Kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur menjadi pilihan kami.
Anak-anak semangat sekali, sepanjang perjalanan menuju kawasan lubang buaya si
kecil Shaqira sudah sangat bawel, berbagai pertanyaan keluar dari mulut
ceriwisnya "Mama, kok nama tempatnya lubang buaya? Disana banyak buayanya
ya? Nanti aku dimakan buaya?" beruntun pertanyaan dari anak yang November
nanti akan berusia 5 tahun. "Ini tempatnya ga ada buaya nya dek'. Lubang
Buaya itu nama tempatnya, kaya rumah kita aja, namanya Valencia", aku
mencoba menjelaskan.
"Terus disana ada apa? Serem ga tempatnya?", pertanyaan beruntun
masih terus dilontarkan Shaqira. "Nanti disana ada sumur, dulu di sumur
itu ada 7 orang yang dimasukin kedalamnya, disana juga ada banyak
patung-patung, itu yang kaya orang-orangan yang dimainan perang-perangan
abang", aku coba menjawab pertanyaan beruntun Shaqira selanjutnya.
Pertanyaan berikut muncul dari abangnya, Alvaro. "Kok orang-orangnya di
masukin ke sumur? Siapa yang masukin ke sumur? Terus waktu dikeluarin dari
sumur, meninggal ga orang-orangnya? Itu orang Indonesia yang masukin ke sumur?
Kok orang Indonesia jahat sendiri sama orang Indonesia juga?" pertanyaan
beruntun dari Alvaro.
Kedua abang adik ini sangat antusias sekali. Sebenarnya mengunjungi museum bukan hal baru juga bagi keduanya, sudah beberapa museum yang kami kunjungi, malah anak ku yang sulung, dari sekolah juga sudah pernah mengunjungi museum lainnya. Tapi memang Museum Lubang Buaya menjadi tempat yang sangat menarik perhatian mereka, dari nama tempatnya saja sudah membuat mereka banyak melontarkan pertanyaan.
Sesampainya di gerbang Museum anak-anak semakin semangat, karena
pintu gerbang yang megah membuat mereka semakin penasaran saja apa isi museum
Pancasila Sakti. Di depan pintu gerbang, kita mampir di loket untuk membeli
tiket masuk. Harga tiketnya sangat murah, per orang Rp 3,500 dan untuk
kendaraan (mobil) biayanya Rp 5.000.
Di areal Museum Pancasila Sakti tersedia lapangan parkir yang
sangat luas, karena pengunjung tidak terlalu banyak, untuk parkir kendaraan
tidak terlalu sulit. Dari areal parkir, kita harus menaikin tangga untuk menuju
areal utama museum. Setelah menaiki tangga di parkiran, akan ada tanda dari
papa berwarna hijau yang mengarahkan pengunjung untuk menuju areal utama
museum.
Pada saat kami berkunjung, suasana museum bisa dibilang sepi pengunjung,
suasana seperti ini membuat anak-anak menjadi nyaman dan bebas untuk
melihat-lihat. Tempat pertama yang kami datangi adalah areal dimana sumur maut
berada. Sebelum melihat sumur maut, kami melihat ruangan diorama tempat
penyiksaan para Jenderal yang diculik oleh PKI. Saat melihat ruangan diaroma
penyiksaan ini si kecil Shaqira kembali melontarkan banyak pertanyaan, itu
patung siapa aja? Kok mereka dipukulin? Kok itu ada yang diiket? Itu siapa yang
mukul? Berbeda dengan Alvaro, yang sudah mendapatkan pelajaran di sekolah
mengenai pemberontakan PKI, si sulung ku ini lebih banyak mengamati.
Setelah puas melihat diorama ruang penyiksaan, kami bergeser untuk
melihat sumur maut, dimana 7 pahlawan revolusi dibuang. Sumur maut ini terletak
dalam sebuah gazebo yang berlantaikan marmer. Sumurnya sendiri dibatasi dengan
bangunan persegi empat berkeramik putih yang diberikan pembatas tiang-tiang
bertali warna merah. Menurut petugas museum, kondisi sumur tempat pembuangan
para pahlawan revolusi ini masih sama dengan kondisi pertama kali ditemukan.
Melihat
sumur maut, muncul lagi pertanyaan dari Alvaro dan Shaqira, keduanya menanyakan
hal-hal yang sama, gimana caranya memasukan orang kedalam lubang sumur, karena
lubang sumurnya tidak besar, “kan itu ada jenderal yang gemuk, terus masukin ke
sumurnya bagaimana,” tanya Alvaro. “Itu berarti mereka diculik dari rumahnya
masing-masing, dibawa kesini, disiksa di rumah yang itu, terus diseret ke sumur,”
tanya Alvaro lebih lanjut.
“Kenapa
sih, orang-orang itu jahat, culik-culik orang terus dimasukin sumur,” tanya
Shaqira kemudian. “Terus itu ngeluarin orang-orang yang dimasukin kedalam sumur
caranya gimana,” beruntun pertanyaan dari Shaqira. Sakin anak kecil ini
penasaran banget, dia sampai mau loncat ke pembatas sumur untuk ngeliat kaya
apa dalemannya sumur itu.
Setelah
rasa penasaran soal sumur maut selesai, kita pun bergeser ke pelataran yang
menjadi simbol utama Museum Pancasila Sakti, patung 7 pahlawan revolusi.
Anak-anak sangat semangat, satu-satu nama tujuh pahlawan yang tertera mereka
baca satu persatu. Setelah puas melihat-lihat patung, kami menuju gedung utama
museum. Sambil menuju ke gedung museum, anak-anak memasuki beberapa bangunan
rumah yang berada disekitar areal sumur maut, rumah-rumah itu merupakan dapur
umum dan posko komando penculikan pahlawan revolusi.
Berbeda
dengan kawasan sumur maut yang merupakan areal alam terbuka, gedung museum
merupakan areal tertutup yang dilengkapi dengan pendingin ruangan, sehingga
suasana lebih nyaman. Karena pengunjung juga sangat sepi, jadi anak-anak bebas
untuk berlarian dan menikmati tiap diorama yang ada di dalam museum.
Saat
memasuki gedung museum, pertama kali kita akan melihat diorama kawasan lubang
buaya dahulu kala. Bahwa dulu kawasan lubang buaya merupakan areal yang sangat
sepi dan dipenuhi dengan pepohonan yang sangat banyak. Di dalam gedung
berlantai dua ini, anak-anak bisa menikmati berbagai diorama yang menceritakan
berbagai pemberontakan PKI di seluruh Indonesia dan bagaimana PKI merencanakan
pemberontakan dengan melakukan penculikan terhadap 7 orang pahlawan revolusi.
Bagian
paling menarik buat anak-anak saat di gedung museum adalah saat melihat-lihat
ruangan barang-barang asli milik ketujuh pahlawan revolusi. Di ruangan tersebut
anak-anak bisa menyaksikan pakaian-pakaian yang dipakai saat ketujuh pahlawan
revolusi diculik dan ditemukan dalam lubang sumur, bercak-bercak darah
dipakaian, dan barang-barang pribadi.
Ujung
dari perjalanan mengunjungi museum adalah diorama Panser PCMK-2 Saraceen, ini merupakan
panser yang digunakan untuk membawa jenazah Pahlawan Revolusi dari Markas Besar
Angkatan Darat ke Taman Makam Pahlawan Kalibata pada tanggal 5 Oktober 1965.
Untuk
melepas lelah, sebelum menuju areal parkir ada warung yang menjual berbagai
makanan dan minuman, jadi anak-anak bisa melepaskan dahaga. Tidak jauh dari
warung tersebut juga ada mushola, sehingga memudahkan untuk pengunjung yang
ingin sholat.
Mengunjungi
Museum Pancasila Sakti sangat menyenangkan untuk anak-anak. Kondisi museum yang
sepi pengunjung juga membuat anak-anak tidak merasa bosan karena mereka bebas
untuk melihat-lihat berlama-lama atau bahkan berulang-ulang. Selain itu sikap
kritis dan penasaran anak-anak juga terasah disini, dan mereka bisa langsung
menemukan jawabannya. Berkunjung ke museum merupakan pengalaman yang seru untuk
duo Maru.