05 Juli 2016

Cerita Lebaran : Mudik Time (part 1)

Mudik.. Pulang kampung, tradisi yang satu ini sangat kental di Indonesia, apalagi saat lebaran, tampaknya hampir semua penduduk Indonesia melakukannya di saat lebaran. Salah satu contohnya adalah kemacetan parah di jalur-jalur mudik seperti di "Brexit" alias Brebes Exit hingga berkilo-kilo meter atau berjam-jam lamanya. Contoh lainnya, Jakarta yang tiba-tiba menjadi kota yang paling nyaman sedunia, biasanya tiap hari banyak orang yang marah-marah atau mengeluh karena macet yang sangat parah, "aduh, dari semanggi ke senayan aja, bisa satu jam, padahal cuma puter balik doang, makin ga bener macet Jakarta". Tapi sekarang keadaan berbalik "Bekasi Timur - Jakarta, 30 menit aja, lancar jaya".

Nah.. Kalau aku gimana ya? Mudik juga ga ya.. Almarhum Ayah orang Malang, Jawa Timur, tapi disana sudah tidak ada keluarga, otomatis setiap lebaran tidak pernah mudik ke kota dingin itu. Mama ku orang Balige, Sumatera Utara, tapi orangtua mama ku juga sudah tidak ada, walaupun masih banyak saudara, tapi mama hampir tidak berlebaran di sana.

Trus, kampung halaman ku dimana ya? Sejak tahun 1986, keluarga kami pindah ke Bekasi Timur, nah sejak itulah kampung halaman ku yang keempat adalah Bekasi.. Ke kota Patriot itulah aku mudik tiap lebaran.. Alhamdullilah deket, tapi tetep deg-degan juga, takut kena macet pas berangkat.

Walaupun sebenarnya ke Bekasi sering aku lakukan, tidak hanya saat lebaran. Apalagi saat anak-anak liburan sekolah atau long weekend, sudah pasti kita nginap di Bekasi. Tapi memang ke Bekasi saat menjelang lebaran suasananya pasti berbeda, apalagi bawaan barangnya. Biasanya paling bawa travel bag kecil atau tas ransel cukup, tapi pas lebaran bisa bawa koper. Perbedaan lainnya, persiapan alias packing, kalau libur biasa, hari itu berangkat, hari itu baru packing. Tapi kalau lebaran, biar cuma ke Bekasi aja, packingnya bisa dari seminggu sebelum berangkat. Padahal rumah ku cuma di Tangerang Selatan :-)

Buat aku, mudik itu bukanlah dari tempat atau kampung yang kita datangi jauh atau dekat. Tapi buat aku, mudik itu persoalan hati, walaupun dekat tapi suasananya hati berbeda seperti lebaran, nuansa mudik itu kental terasa juga.

Tradisi mudik di Indonesia

Lebaran merupakan salah satu momentum bagi umat Islam di Indonesia untuk mudik. Bahkan ini menjadi fenomena unik dalam tradisi mudik di Indonesia, ribuan orang dalam waktu yang bersamaan meninggalkan suatu tempat untuk menuju kampung halamannya.

Menurut Wikipedia, secara etimologi, kata mudik berasal dari kata udik yang artinya Selatan atau Hulu. Dahulu, pada saat Jakarta masih bernama Batavia, suplai hasil bumi di Batavia diambil dari wilayah di luar tembok kota di Selatan. Untuk membawa hasil bumi tersebut, para petani dan pedagang di jaman itu membawanya melalui sungai. Dari situlah kemudian muncul istilah milir mudik, yang artinya bolak balik dari udik menuju kota dan sebaliknya secara terus menerus.

Sementara itu, dalam bahasa Jawa Ngoko, mudik berati mulih dilik, yang artinya pulang sebentar. Tradisi mudik sebenarnya merupakan tradisi primodial masyarakat petani Jawa yang sudah berlangsung sejak sebelum zaman Kerjaan Majapahit. Dahulu para perantau pulang ke kampung halaman untuk membersihkan makam para leluhurnya untuk meminta keselamatan dalam mencari rezeki.

Istilah mudik lebaran sendiri baru berkembang sekitar tahun 1970-an. Ketika itu, Jakarta tengah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dan saat itu juga sistem pemerintahan di Indonesia terpusat di Jakarta. Kemajuan Jakarta saat itu jauh lebih pesat dibandingkan kota lain di Indonesia, sehingga banyak orang berdatangan ke Jakarta untuk mengadu peruntungan rejeki. Buat mereka yang sudah bekerja di Jakarta, biasanya mendapatkan libur panjang hanya pada saat lebaran. Waktu itulah yang dimanfaatkan para perantau di Jakarta untuk pulang kampung, inilah yang kemudian menjadi tradisi tiap tahunnya. (Diu Oktora/Perumnas 3 - Bekasi Timur, 5 Juli 2016).

Tidak ada komentar: