11 Maret 2015

Menggapai Sembuh, Meraih Asa

Minggu ini anak ku Alvaro Bayanaka Maru yang duduk di kelas 2 SD sedang ujian tengah semester, dan seperti biasa setiap malam aku mengajarinya. Topik yang akan diujiankan besok adalah mengenai "Cita - Cita Ku". Terjadinya percakapan antara aku dan Alvaro

Alvaro : Mama cita - cita itu apa sih?

Aku    : Cita - cita itu adalah kalau nanti abang udah besar mau jadi apa. Emang abang kalau udah besar mau jadi apa?

Alvaro : Jadi dokter kayanya, atau jadi pilot, ga tau dech jadi apa

Aku     : Ya udah, tapi supaya abang bisa jadi dokter atau pilot abang harus sekolah, harus belajar yang rajin

Alvaro : Emang kalau ga sekolah ga bisa punya cita - cita?

Aku    : Bisa dong, tapi untuk jadi dokter, pilot itu harus sekolah. Kan itu ada sekolahnya sendiri. Kalau ga sekolah ga bisa. Nah selain sekolah, abang juga harus sehat. Makanya kalau makan harus habis, dan ga boleh jajan sembarangan.

Alvaro : Emang ada anak yang sakit terus ga bisa sekolah? Kasihan dong

Aku     : Ada, dan banyak temen - temen abang yang ga bisa sekolah karena sakit. Kemarin waktu mama ke Bandung, ada anak namanya Arya, ga bisa sekolah karena sakit, padahal cita - cita Arya mau jadi dokter sama kaya abang. Tapi Aria ga bisa sekolah karena dia sakit TB.

Alvaro : Sakit TB itu apa mama? 

Aku     : TB itu penyakit yang orangnya suka batuk - batuk lama dan ga sembuh - sembuh. Orang kena penyakit ini karena banyak kuman di udara yang terhirup sama orang yang ga batuk.

Percakapan dengan anak lanang ku ini lantas mengingatkan dengan sosok Arya, bocah usia 9 tahun yang aku temui saat aku mengikuti Workshop TB #SahabatJKN #lawan TB yang diadakan oleh Subdit TB Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan dan KNCV (NGO peduli TB) di Bandung pada tanggal 3 - 5 Maret lalu.

Arya hadir di acara workshop bersama dengan neneknya, Nenek Euis. Sang nenek pun bercerita bahwa Aria adalah penderita TB HIV, akibatnya sosok aria pun sedikit berbeda dengan anak usia sebayanya. Badannya terlihat ringkih, pipinya cekung, Arya lebih terlihat seperti anak usia 6 atau 7 tahun. 

Menurut nenek Euis, akibat penyakit yang diderita Arya, orang jadi mengucilkan keluarganya. "Tetangga dekat rumah banyak yang mengucilkan Arya, bahkan keluarga saya sendiri juga begitu. Pernah ada saudara saya yang sedang hajatan, terus saya ga boleh bantu - bantu karena Arya sakit. kalaupun saya datang, saya tidak boleh bawa Arya. Sedih juga lihat Arya diperlakukan seperti itu," cerita nenek yang sehari-hari harus bekerja di sebuah kantin untuk menghidupi keluarganya.

Arya tertular HIV dari kedua orangtuanya, menurut nenek Euis kedua orangtua Arya meninggal karena mengidap TB HIV. "Sejak itulah keluarga saya mulai dikucilkan. "Waktu ayah Arya meninggal, itu tahun 2008, tetangga bahkan keluarga tidak ada yang mau bantu, ga ada yang mau hadir. Waktu itu cuma ada 3 orang hansip yang mau bantu mengurus jenazah ayah Arya. Mereka katanya takut tertular," kisah nenek Euis sambil menahan isak. "Tahun 2014 lalu, ibunya Arya juga meninggal karena HIV dan Kanker Otak. Jadi Arya sekarang benar -  benar sendiri. Cuma ada saya yang menjaganya," lanjut cerita nenek Euis.

Walaupun usia Arya sudah 9 tahun, Arya terpaksa tidak bisa bersekolah seperti teman - teman sebayanya. "Tubuh Arya lemah, Arya sering sakit. Ga bisa cape sedikit aja. Setiap hari Arya juga tidak bisa mandi, jadi cuma dilap - lap aja. Karena kalau mandi Arya bisa flu," tutur nenek Euis sedih. daya tahan tubuh Arya memang lemah akibat HIV yang dideritanya. unsur kekebalan tubuh dalam darah Arya atau dalam istilah medis disebut dengan CD4 hanya ada 9 sel per mm3. Sementara orang normal, kadar CD4 nya 500 - 1600 sel per mm3. Nah untuk meningkatkan kadar CD4, Arya setiap hari harus mengkonsumsi Anti Retro Viral (ARV) untuk mengendalikan perkembangan virus HIV ditubuhnya dan makan makanan bergizi.

Arya ternyata harus menjadi "Bocah Tanggung", karena kondisi tubuh yang lemah Arya rentan terkena TB. Dan, pada tahun 2013, Arya didiagnosa terinfeksi penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis. Akhirnya Arya harus menjalani pengobatan TB selama 9 bulan. Sedih ya, bayangkan saja anak usia 9 tahun setiap hari harus minum obat dalam jumlah yang banyak dan besar -  besar pula ukurannya. Tapi salut dengan Arya, karena dia bisa melakukan itu setiap harinya, sehingga Arya pun dinyatakan sembuh dari TB.

Namun, seolah tidak mengetahui bahaya penyakit yang di deritanya, Arya tetaplah anak kecil yang selalu terlihat gembira dan asik dengan mainannya sendiri. Bahkan saat ditanya cita - cita nya apa jika besar nanti Arya dengan lantang menjawab "Mau jadi dokter, jadi kalau nanti nenek sakit bisa gendong nenek terus bawa nenek berobat. Eh, mau jadi ustad juga, biar bisa doa in orang - orang sama nenek".

Kegigihan nenek Euis untuk mengobati dan merawat Arya adalah sebuah usaha untuk menggapai kesembuhan bagi cucu tersayangnya. Sang nenek ingin sekali Arya bisa meraih asa nya entah itu sebagai dokter ataupun ustad seperti cita - cita Arya. "Saya pengen cucu saya bisa sembuh, bisa main sama teman - temannya, bisa sekolah. Sedih kalau liat Arya lagi sakit, saya ga mau Arya cepat meninggal. Arya masih kecil," harap nenek Euis. (Diu Oktora / Graha Raya Bintaro - Cluster Valencia, 10 Maret 2015)



Tidak ada komentar: