21 November 2016

Gerakan #AyoMenulis

Dapat kiriman foto ini dari guru anak ku Alvaro Bayanaka Maru di Sekolah Alam Madinah School, Tangerang Selatan. Itu foto anak-anak kelas Mina 2 ketika sedang mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia, yang menarik dari foto itu adalah caption yang dituliskan oleh Ms.Linda "Ketika disuruh menulis karangan mereka pun berfikir".

Saat Alvaro sudah pulang sekolah, di rumah aku tanya, "tadi nulis karangan apa bang di sekolah?" Alvaro jawab, "Ms. Linda suruh nulis karangan soal pahlawan, susah mama nulis karangan, harus panjang ceritanya, dikasih waktu 2 jam ga ada yang selesai nulis karangan, bingung mau nulis apa soalnya". Apa yang diceritakan Alvaro dan caption foto dari gurunya ternyata nyambung, anak-anak kesulitan jika diminta menuliskan tulisan yang panjang.

Kebiasaan menulis dengan tangan dikalangan anak-anak sekarang memang agak berkurang, terutama kegiatan menulis tulisan panjang. Anak-anak sekarang tampaknya lebih suka mengetik baik di komputer, tablet atau laptop. Mungkin lebih enak dan cepat jika mengetik dibandingkan menulis dengan tangan.

Salah satu universitas terkemuka di Amerika Serikat, Harvard University melakukan sebuah riset manfaat menulis bagi anak-anak. Ternyata berdasarkan riset tersebut diketahui bahwa menulis itu sangat bermanfaat bagi anak-anak. Universitas asal negara Paman Sam itu mengungkapkan ada lima manfaat menulis bagi anak-anak, yaitu mengurangi stres pada anak, anak-anak belajar mengeluarkan pendapat secara bijak, anak-anak belajar merangkai kata, melatih kesabaran anak, serta menambah ilmu dan wawasan bagi anak-anak.

Untuk mengembalikan minat anak-anak menulis dengan tangan, PT Standardpen Industries menyebar gerakan "Ayo Menulis". Gerakan ini merupakan bentuk kepedulian Standardpen sebagai produsen bolpoin dalam negeri terhadap dunia pendidikan di Indonesia.

Gerakan "Ayo Menulis" ini dikemas dalam kegiatan "Menulis Surat untuk Presiden RI". Untuk mendukung gerakan ini Standardpen membagikan satu juta bolpoin untuk anak Indonesia.

“Bangsa kita didirikan oleh tokoh-tokoh yang gemar menulis. Soekarno, presiden pertama Indonesia, saat dipenjara kerjaannya menulis. Saya ingin anak Indonesia mencontoh para pendiri negeri ini yang gemar menulis,” kata Megusdyan Susanto, CEO Standardpen.

Gerakan "Ayo Menulis" ini diharapkan bisa mengembalikan minat anak-anak untuk menulis dan anak-anak semakin rajin menulis. "Menulis selain mengasah kinerja otak juga dapat membantu anak-anak menjadi kreatif. Kami mengandalkan guru dan orang tua untuk melestarikan menulis dengan tangan,” lanjut Megusdyan.

Medio Oktober 2016 lalu, Standardpen bersama Pewarta Foto Indonesia (PFI) Jogja bekerjasama menggelar kegiatan "Ayo Menulis" di Kulonprogo, Yogyakarta. 1000 anak dari SD Kepek, SD Serang, SD Klegen, SD Clereng, SD Widoro, SD Muh Girinyono, SD Kedungrejo, SD Gunung Dani, SD Blubuk mengikuti kegiatan ini.

Ketua PFI Jogja, Oka Hamid mengharapkan, dengan adanya gerakan Ayo Menulis seperti ini anak-anak Indonesia, di Jogja khususnya akan mulai gemar menulis. Karena denga menulis bisa membentuk karakter anak menjadi mandiri dan kreatif.

Selain itu, sambung Oka, tingginya pengaruh tayangan televisi dan semakin merajalelanya gadget menjadikan masa depan anak-anak semakin berbahaya. “Jadi, gerakan menulis dengan tangan ini harus kita sebarkan untuk seluruh anak-anak Indonesia, karena anak-anak adalah masa depan," ujar Oka.

Menulis memang dapat memancing kreativitas anak-anak. Dalam kegiatan "Ayo Menulis" di Kulonprogo aku berkesempatan hadir. Berbagai cerita menarik dan pertanyaan polos dituliskan anak-anak Kulonprogo dalam suratnya untuk Presiden RI, Joko Widodo.

Dian Juli Astuti siswi kelas IV SDN Blubuk, Sendangsari Pengasih dalam suratnya kepada presiden menuliskan "Apakah menjadi Presiden itu enak? Pak, apakah tidak capek jadi Presiden? Pak Presiden dulu sekolah dimana? Kami sekolah di SDN Blubuk. Sekolah kami terletak di pedesaan dan belum ada musholla. Apakah Bapak Presiden mau datang ke sekolah kami?”

Agus Ariyanto, siswa kelas VI SDN Serang menulis, ”Bapak Presiden, saya ingin meminta kendhang Jaipong untuk membangun bakat saya. Setiap sholat, saya berdoa semoga dibelikan kendhang jaipong oleh orang tuaku tapi orang tua saya tidak mampu membelikannya.”  

Lain lagi dengan Ilham siswa kelas V SDN Blubuk yang menanyakan kenapa Bapak Presiden suka memakai baju kemeja putih lengan panjang. “Mengapa bapak suka melipat baju? Apakah menjadi Presiden itu menyenangkan? Jika iya, apakah Bapak mau mengajari saya jadi Presiden?

Saat anak-anak akan menuliskan surat untuk presiden, awalnya mereka bingung mau menuliskan apa. Mereka serempak bilang tidak ada ide, tidak tahu mau menulis apa, tidak pernah menulis panjang-panjang. Tapi begitu mereka sudah menuliskan satu kalimat, mereka sangat menikmati, mereka berceloteh asik juga nulis.

Usai mereka menyelesaikan tulisannya, aku ngobrol dengan beberapa anak-anak dan bertanya mengenai pengalaman mereka menulis. Jawaban senada terucap dari anak-anak ini, menulis itu asik ya, menulis itu kita bisa cerita apapun, aku mau terus menulis lagi setelah ini.

Gerakan "Ayo Menulis" yang ditebar oleh Standardpen tidak hanya dilakukan di Jogja saja, namun sudah dilakukan juga di wilayah lain seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten dan Sumatera Utara. Kegiatan "Ayo Menulis" ini akan terus ditebar di wilayah Indonesia lainnya.

2 komentar:

RiskiRingan mengatakan...

Gerakan ayo menulis ini bagus sekali, Mba.
Kalau saya mungkin karena sewaktu kecil masih harus menulis jadi lebih suka menulis daripada mengetik. namun, memang bener, murid-murid sekarang lebih suka memfoto daripada menyalin tulisan yang ada di papan tulis. Cuma lucunya, kalau saya mengajar, mereka pada enggak mau saya ngajar pakai power point, kata mereka, lebih enak ibu ngajarnya sambil nulis dan sambil nerangin ^_^

Unknown mengatakan...

Mbak Riski, hehehe.. anak sekarang kebanyakan mau simpelnya saja, saya juga lebih suka menulis. makanya kebiasaan menulis memang harus terus ditularkan ke anak-anak.