30 Juli 2017

Weekend di Monumen Pancasila Sakti

Mengunjungi museum menjadi agenda weekend kami dua minggu lalu (15/8/2017). Monumen Pancasila Sakti di Kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur menjadi pilihan kami. Anak-anak semangat sekali, sepanjang perjalanan menuju kawasan lubang buaya si kecil Shaqira sudah sangat bawel, berbagai pertanyaan keluar dari mulut ceriwisnya "Mama, kok nama tempatnya lubang buaya? Disana banyak buayanya ya? Nanti aku dimakan buaya?" beruntun pertanyaan dari anak yang November nanti akan berusia 5 tahun. "Ini tempatnya ga ada buaya nya dek'. Lubang Buaya itu nama tempatnya, kaya rumah kita aja, namanya Valencia", aku mencoba menjelaskan.

"Terus disana ada apa? Serem ga tempatnya?", pertanyaan beruntun masih terus dilontarkan Shaqira. "Nanti disana ada sumur, dulu di sumur itu ada 7 orang yang dimasukin kedalamnya, disana juga ada banyak patung-patung, itu yang kaya orang-orangan yang dimainan perang-perangan abang", aku coba menjawab pertanyaan beruntun Shaqira selanjutnya. Pertanyaan berikut muncul dari abangnya, Alvaro. "Kok orang-orangnya di masukin ke sumur? Siapa yang masukin ke sumur? Terus waktu dikeluarin dari sumur, meninggal ga orang-orangnya? Itu orang Indonesia yang masukin ke sumur? Kok orang Indonesia jahat sendiri sama orang Indonesia juga?" pertanyaan beruntun dari Alvaro.

Kedua abang adik ini sangat antusias sekali. Sebenarnya mengunjungi museum bukan hal baru juga bagi keduanya, sudah beberapa museum yang kami kunjungi, malah anak ku yang sulung, dari sekolah juga sudah pernah mengunjungi museum lainnya. Tapi memang Museum Lubang Buaya menjadi tempat yang sangat menarik perhatian mereka, dari nama tempatnya saja sudah membuat mereka banyak melontarkan pertanyaan.

Sesampainya di gerbang Museum anak-anak semakin semangat, karena pintu gerbang yang megah membuat mereka semakin penasaran saja apa isi museum Pancasila Sakti. Di depan pintu gerbang, kita mampir di loket untuk membeli tiket masuk. Harga tiketnya sangat murah, per orang Rp 3,500 dan untuk kendaraan (mobil) biayanya Rp 5.000.

Di areal Museum Pancasila Sakti tersedia lapangan parkir yang sangat luas, karena pengunjung tidak terlalu banyak, untuk parkir kendaraan tidak terlalu sulit. Dari areal parkir, kita harus menaikin tangga untuk menuju areal utama museum. Setelah menaiki tangga di parkiran, akan ada tanda dari papa berwarna hijau yang mengarahkan pengunjung untuk menuju areal utama museum.

Pada saat kami berkunjung, suasana museum bisa dibilang sepi pengunjung, suasana seperti ini membuat anak-anak menjadi nyaman dan bebas untuk melihat-lihat. Tempat pertama yang kami datangi adalah areal dimana sumur maut berada. Sebelum melihat sumur maut, kami melihat ruangan diorama tempat penyiksaan para Jenderal yang diculik oleh PKI. Saat melihat ruangan diaroma penyiksaan ini si kecil Shaqira kembali melontarkan banyak pertanyaan, itu patung siapa aja? Kok mereka dipukulin? Kok itu ada yang diiket? Itu siapa yang mukul? Berbeda dengan Alvaro, yang sudah mendapatkan pelajaran di sekolah mengenai pemberontakan PKI, si sulung ku ini lebih banyak mengamati.

Setelah puas melihat diorama ruang penyiksaan, kami bergeser untuk melihat sumur maut, dimana 7 pahlawan revolusi dibuang. Sumur maut ini terletak dalam sebuah gazebo yang berlantaikan marmer. Sumurnya sendiri dibatasi dengan bangunan persegi empat berkeramik putih yang diberikan pembatas tiang-tiang bertali warna merah. Menurut petugas museum, kondisi sumur tempat pembuangan para pahlawan revolusi ini masih sama dengan kondisi pertama kali ditemukan.

Melihat sumur maut, muncul lagi pertanyaan dari Alvaro dan Shaqira, keduanya menanyakan hal-hal yang sama, gimana caranya memasukan orang kedalam lubang sumur, karena lubang sumurnya tidak besar, “kan itu ada jenderal yang gemuk, terus masukin ke sumurnya bagaimana,” tanya Alvaro. “Itu berarti mereka diculik dari rumahnya masing-masing, dibawa kesini, disiksa di rumah yang itu, terus diseret ke sumur,” tanya Alvaro lebih lanjut.

“Kenapa sih, orang-orang itu jahat, culik-culik orang terus dimasukin sumur,” tanya Shaqira kemudian. “Terus itu ngeluarin orang-orang yang dimasukin kedalam sumur caranya gimana,” beruntun pertanyaan dari Shaqira. Sakin anak kecil ini penasaran banget, dia sampai mau loncat ke pembatas sumur untuk ngeliat kaya apa dalemannya sumur itu.

Setelah rasa penasaran soal sumur maut selesai, kita pun bergeser ke pelataran yang menjadi simbol utama Museum Pancasila Sakti, patung 7 pahlawan revolusi. Anak-anak sangat semangat, satu-satu nama tujuh pahlawan yang tertera mereka baca satu persatu. Setelah puas melihat-lihat patung, kami menuju gedung utama museum. Sambil menuju ke gedung museum, anak-anak memasuki beberapa bangunan rumah yang berada disekitar areal sumur maut, rumah-rumah itu merupakan dapur umum dan posko komando penculikan pahlawan revolusi.

Berbeda dengan kawasan sumur maut yang merupakan areal alam terbuka, gedung museum merupakan areal tertutup yang dilengkapi dengan pendingin ruangan, sehingga suasana lebih nyaman. Karena pengunjung juga sangat sepi, jadi anak-anak bebas untuk berlarian dan menikmati tiap diorama yang ada di dalam museum.

Saat memasuki gedung museum, pertama kali kita akan melihat diorama kawasan lubang buaya dahulu kala. Bahwa dulu kawasan lubang buaya merupakan areal yang sangat sepi dan dipenuhi dengan pepohonan yang sangat banyak. Di dalam gedung berlantai dua ini, anak-anak bisa menikmati berbagai diorama yang menceritakan berbagai pemberontakan PKI di seluruh Indonesia dan bagaimana PKI merencanakan pemberontakan dengan melakukan penculikan terhadap 7 orang pahlawan revolusi.

Bagian paling menarik buat anak-anak saat di gedung museum adalah saat melihat-lihat ruangan barang-barang asli milik ketujuh pahlawan revolusi. Di ruangan tersebut anak-anak bisa menyaksikan pakaian-pakaian yang dipakai saat ketujuh pahlawan revolusi diculik dan ditemukan dalam lubang sumur, bercak-bercak darah dipakaian, dan barang-barang pribadi.

Ujung dari perjalanan mengunjungi museum adalah diorama Panser PCMK-2 Saraceen, ini merupakan panser yang digunakan untuk membawa jenazah Pahlawan Revolusi dari Markas Besar Angkatan Darat ke Taman Makam Pahlawan Kalibata pada tanggal 5 Oktober 1965.

Untuk melepas lelah, sebelum menuju areal parkir ada warung yang menjual berbagai makanan dan minuman, jadi anak-anak bisa melepaskan dahaga. Tidak jauh dari warung tersebut juga ada mushola, sehingga memudahkan untuk pengunjung yang ingin sholat.

Mengunjungi Museum Pancasila Sakti sangat menyenangkan untuk anak-anak. Kondisi museum yang sepi pengunjung juga membuat anak-anak tidak merasa bosan karena mereka bebas untuk melihat-lihat berlama-lama atau bahkan berulang-ulang. Selain itu sikap kritis dan penasaran anak-anak juga terasah disini, dan mereka bisa langsung menemukan jawabannya. Berkunjung ke museum merupakan pengalaman yang seru untuk duo Maru.

Tidak ada komentar: